Kamis, 13 Agustus 2009

BERFIKIR DAN MERENUNG UNTUK MENJADI KEKUATAN PERUBAHAN

Selamat datang di kampus, itulah kalimat yang saya bayangkan ketika pertama kali akan menginjakan kaki dibangku perguruan tinggi. Sesuatu yang selama ini saya damba-dambakan, sesuatu yang mungkin dalam bahasa dan pikiran orang akan menaikan status social dalam masyarakat dengan gelar yang diraih apabila telah menjadi alumni dari perguruan tinggi.

Kuliah bagi saya bukan hanya sekedar dijadikan “formalitas” untuk menunjukan siapa saya sebagai orang yang berpendidikan tidak hanya sebagai lulusan sekolah menengah, akan tetapi kuliah adalah satu tingkat dari beberapa tingkatan yang akan dilalui tatkala menggapai cita-cita.

Saya berpikir kuliah tidak semata-mata untuk menunjukan superioritas sebagai seorang yang “borjuis”, kampus bukanlah tempat kita menghabiskan waktu dari banyak waktu yang kosong jika seandainya kita tidak kuliah. Sebab kita sendiri tahu dan itu mungkin ada disekeliling kita ada berapa banyak pecundang yang dilahirkan dari bangku perguruan tinggi yang waktunya tidak tahu digunakan untuk apa dan kemana arah hidup akan dibawah.

Saya sendiri miris melihat disekeliling saya dan saya merasa prihatin. Ada banyak orang yang memilki kekayaan “daya fikir” kalah dengan orang yang memiki kekayaan “daya bayar”. Kekuatan uang sang peretak peradaban lebih dominan pengaruhnya dari pada kekuatan ilmu sang pembangun peradaban.

Tapi begitulah hidup, kita tidak bisa hanya mengeluh dan terus mengeluh. Tantangan kedepan yang kita hadapi semakin hari semakin membesar. Kita sesungguhnya tidak etis kalau hanya mengalahkan takdir, akan tetapi bahwa penekanan yang harus kita lakukan sesungguhnya adalah harus merubah alur kehidupan yang agar kehidupan kita nantinya memliki takdir yang tidak seperti sekarang ini yang lebih sering kita salahkan.

Terkait dengan gelar yang diberikan oleh orang tentang mahasiswa sebagai agen perubahan saya menilai itu harus harus perlu ditambahkan tidah hanya sebagai agen perubahan saja, akan tetapi lebih dari itu –seperti yang saya kutip dari ustad sekaligus guru saya- mahasiswa itu seyogyanya harus dikatakan sebagai Power of Change atau kekuatan perubahan.

Dalam diri mahasiswa itu sesungguhnya berkumpul banyak sekali potensi-potensi apakah itu potensi besar ataukah itu potensi kecil yang bisa menjadi cikal bakal akan datangnya periode yang mana kekuatan baru yang lebih segar menggantikan kekuatan lama yang telah membuat masyarkat jenuh dengan situasi tanpa perubahan dan penghidupan yang lebih baik.

saya disini tidak membahas akan jadi apa mahasiswa dalam perannya sebagai kekuatan perubahan, akan tetapi disini saya akan membahas seperti apa dan bagaimana mahasiswa itu membawa perubahan dengan kekuatan yang dimilikinya.


telah kita ketahui bersama bahwa mahasiswa itu dijuluki dengan intelektual kampus,dan itu memang benar adanya. yang mana mahasiswa itu dituntut untuk tidak hanya memperlihatkan tampilan dia sebagai seorang intelektual, akan tetapi mahasiswa itu bisa membrikan kontribusi yang nyata kepada masyarakat dalam bentuk yang lebih nyata pula sebagai seorang intelektual.

mungkin mahasiswa itu perlu merenung dengan kesadarannya, sudah berapa besar dan berapa banyak dia memberikan kontribusi kepada dunia yang ada disekelilingnya. kalaupun itu dianggap terlalu berat, dia bisa merenung sudah berapa besar kadar intelektual yang ada di dalam dirinya ketika dia dikatakan oleh masyarakat disekelilingnya sebagai intelektual yang punya kekuatan perubahan.

untuk mengukur seorang mahasiswa itu sudah berapa besar kadar keintelektualnya sebenarnya sederhana saja, kita hanya perlu melihat dalam kesehariannya ada berapa banyak buku yang bisa dia baca dan ada berapa banyak tulisan yang dapat dia hasilkan. itu sebuah alat ukur sederhana dari beberapa alat ukur yang bisa dijadikan patokan untuk mengatakan seorang mahasiswa itu memiliki kadar intelektual atau tidak.

alat ukur yang lain yang bisa mengutkan seorang bisa dikatakan intelektual adalah seberapa banyak dia melibatkan dirinya dalam sebuah organisasi, sebab dengan belajar berorganisasi itu sesungggunya merupakan tempat mahasiswa untuk mengasa daya sentuh intelektualnya ketika berhadapan dengan watak atau pola pikir yang berbeda dengan pola pikirnya sendiri.

inti dari pembahasan saya sebenarnya cukup sedernaha, mahasiswa itu sebenarnya harus lebih banyak belajar dan belajar untuk meningkatkan kapasitasnya intelektualnya lewat membaca, menulis serta berorganisasi. sebab kalau kita memakai ukuran tidak usah amerika yang sudah begitu maju, dengan negara-negara asia saja sudah terlampau jauh ketertinggalan kita dalam hal tingkat baca tulis mahasiswa.

jadi jangan heran dengan ketertinggalan kita, itu sudah menjadi hal yang wajar dengan apa yang terjadi di sekeliling kita. tetapi dengan kenyataan tersebut kita tidak perlu berkecil hati, masih ada orang-orang disekeliling kita walupun sangat terbatas jumlahnya mereka bisa memperlihatkan daya sentuh intelektualitas mereka dengan prestasi yang diukir di tingkat mancanegara.

akhirnya saya mengajak kepada kita sekalian apakah itu mahasiswa, calon mahasiswa, mantan mahasiswa, yang bermimpi jadi mahasiswa, tua, muda, mari bersama meningktkan budaya intelektual dengan membaca dan menulis. sebab kita tidak tau bahwa dengan apa yang kita lakukan mungkin tanpa sadar kita bisa dikatakan orang walaupun tidak intelektual setidaknya bisa disejajarkan dengan kaum intelek. teruatama para rekan mahasiswa, jangan sekali-kali kita mempermalukan diri dengan menjadi pecundang yang hanya ke kampus datang, duduk, diam dan apalah yang dilakukan tanpa mengandung bobot intelektual. tidakkah kita malu kalau dikatakan sebagai intelektual yang juga seorang pecundang? sekali lagi, saya harap tidak seperti itu adanya. Wallahu a'lam []

Tidak ada komentar:

Posting Komentar