Minggu, 23 Agustus 2009

Behind the taaruf 2009/2010 in Luwuk Muhammadiyah University


Tulisan ini saya buat sekedar untuk menceritakan bagaimana suasana “ta’aruf” yang saya lakukan sebagai seorang mahasiswa baru pada salah satu perguruan tinggi swasta yang ada di Kabupaten Banggai, yaitu universitas muhammadiyah luwuk.
Melihat dan merasakan ta’aruf pada tahun ini boleh dikatakan salah satu “kemerdekaan” dari bentuk “penjajahan” seperti kegiatan ta’aruf yang dilakukan kemarin-kemarin. Pada ta’aruf kali ini memang manusia itu di buat semanusia mungkin.
Hal ini merupakan hal yang baru dan boleh juga dikatakan sebuah hal yang langkah, apalagi kalau kota luwuk di jadikan sebagai tolak ukurnya, sebab model ta’aruf kali ini memang baru universitas muhammadiyah luwuk yang melakukannya.
Walaupun terkesan membosankan, tetapi model taaruf kali ini bisa memberikan banyak pengetahuan terutama yang berkaitan erat dengan adminstrasi akademik, kegiatan akademik mahasiswa, apa dan bagaimana mahasiswa itu, dan masih banyak lagi muatan materi yang kita tidak dapatkan kalau kita mengikuti model taaruf seperti tahun-tahun kemarin.
Dari hari pertama mulai dari pembukaan sampai dengan hari terakhir saat penutupan, adalah hal yang melelahkan. Kenapa di katakana melelahkan? Salah satunya seperti yang saya singgung di depan tadi, kita sebagai mahasiswa baru di jejali dengan materi sepanjang hari. Hal lain yang membuat membosankan yaitu melihat tingkah laku panitia yang seakan-akan tidak menunjukan bahwa dia itu bukan sebagai seorang mahasiswa.
Kalau perlu saya gambarkan seperti apa model mahasiswa yang merupakan kakak tingkat saya, ada berbagai karakter dan ciri tersendiri ketika menjadi panitia taaruf. Ada yang bernama Bambang Firmansyah Yunan, seorang ini boleh dikatakan tegas dalam menjalankan tugasnya ketika menjadi panitia akan tetapi dia menunjukan diri seolah-olah dia itu sok “ganas”. Saya tidak tahu apa memang karakternya memang seperti itu atau hanya karena menjadi panitia sehingga dia menunjukan diri menjadi model seperti itu tegas dan sok ganas.
Ada lagi dari unsur panitia yang perlu saya sebutkan satu per satu untuk menggambarkan seperti apa model dan tampilannya ketika menjadi panitia. Orang kedua yang akan saya bahas yaitu Idris T. orang yang satu ini jauh-jauh hari saya sudah mengenalnya. Dia merupakan “kakak” yang menyelamatkan saya ketika ada MOS sewaktu saya masuk di STM. Idris ini yang saya ketahui dia tinggal dan merupakan warga maahas dan juga aktivitasnya dulu adalah seorang pekerja di PDAM luwuk. Saya tidak tahu apakah ida sekarang masih bekerja dit empat tersebut atau tidak.
Orang berikutnya yang akan saya bicarakan adalah Isran B Moi, seorang yang juga merupakan warga dan bertempat tinggal di maahas seperti Idris T yang tadi saya sebutkan. Orang ini merupakan teman seangkatan saya ketika masih bersekolah di STM, hanya ketika bersekolah kita dipisahkan oleh jurusan yang berbeda. Yang saya perhatikan dari orang yang biasa di panggil ingon ini adalah ketika dia berbicara lebih banyak salahnya dari pada benarnya serta kebanyakan gagap ketika berhadapan dengan orang banyak.
Adalagi seorang panitia taaruf yang saya anggap sang penjaga warisan budaya,namanya Nofiandri Sete. Mengapa dia saya bilang seorang yang melindungi dan menjaga budaya? Jawabannya adalah ketika dia memanggil peserta taaruf yang mendapat hukuman dia selalu menayakan berasal dari suku apa dia yang mendapat hukuman tersebut. Apabila bahwa yang didapatimya itu sesuku dengannya yaitu suku saluan maka dia tidak segan-segan untuk menyuruh memperlihatkan identitas sebagai seorang saluan kepada peserta taaruf tersebut. Yang kebanyakan selalu disuruhnya yaitu untuk menyuruh menyanyi dengan menggunakan bahasa saluan kepada peserta taaruf yang mendapat hukuman tersebut.
Tetapi dari semua panitia yang saya sebutkan diatas, ada salah satu panitia yang bisa saya katakan “istimewa”. Mengapa saya katakan istimewa? Karena yang bersangkutan memang kelihatan “dewasa” ketimbang dengan kakak tingkat lain yang menjadi panitia. Dia memperlihatkan dirinya itu memang memiliki ciri khas yang sesungguhnya sebagai seorang mahasiswa. Tenang, dewasa, tidak blak-blakan, cerdas. Namanya kalau tidak salah adalah Husni balia. Yang perlu saya tekankan bahwa yang mana saya menilainya bukan karena dia seorang perempuan akan tetapi karena –seperti yang saya katakana tadi- dia memang memiliki karakter yang sesungguhnya sebagai seorang mahasiswa.
Tanpa mengesampingkan para panitia-panitia taaruf yang lain, bahwa hanya nama-nama tersebut diatas yang hanya saya sebutkan. Alasannya karena memang hanya mereka yang memperkenalkan diri ketika berada di ruangan tempat kita menerima materi. Tapi dari mereka semua saya tetap menaruh rasa salut akan kerja dan kinerja mereka selama menjadi panitia, sebab apa yang mereka berikan kepada kami sebagai mahasiswa baru sudah cukup untuk dijadikan modal kedepan apabila kami yang akan menjadi panitia taaruf.
Akhirnya, saya akan terus dan terus mengingat serta akan menyimpan sedalam-dalamnya di dalam memori pikiran saya akan apa yang saya dan teman-teman mahasiswa baru dapatkan ketika mengikuti taaruf. Mungkin tulisan ini bisa menjadi salah satu bukti bahwa apa yang saya dapatkan di dalam taaruf penerimaan mahasiswa baru universitas muhammadiyah luwuk memang sangat dan betul-betul berkesan untuk dijadikan sebagai kenangan.
Luwuk, 22 Agustus 2009/ 2 ramadhan 1430 H – 21.32 wita

Kamis, 13 Agustus 2009

BERFIKIR DAN MERENUNG UNTUK MENJADI KEKUATAN PERUBAHAN

Selamat datang di kampus, itulah kalimat yang saya bayangkan ketika pertama kali akan menginjakan kaki dibangku perguruan tinggi. Sesuatu yang selama ini saya damba-dambakan, sesuatu yang mungkin dalam bahasa dan pikiran orang akan menaikan status social dalam masyarakat dengan gelar yang diraih apabila telah menjadi alumni dari perguruan tinggi.

Kuliah bagi saya bukan hanya sekedar dijadikan “formalitas” untuk menunjukan siapa saya sebagai orang yang berpendidikan tidak hanya sebagai lulusan sekolah menengah, akan tetapi kuliah adalah satu tingkat dari beberapa tingkatan yang akan dilalui tatkala menggapai cita-cita.

Saya berpikir kuliah tidak semata-mata untuk menunjukan superioritas sebagai seorang yang “borjuis”, kampus bukanlah tempat kita menghabiskan waktu dari banyak waktu yang kosong jika seandainya kita tidak kuliah. Sebab kita sendiri tahu dan itu mungkin ada disekeliling kita ada berapa banyak pecundang yang dilahirkan dari bangku perguruan tinggi yang waktunya tidak tahu digunakan untuk apa dan kemana arah hidup akan dibawah.

Saya sendiri miris melihat disekeliling saya dan saya merasa prihatin. Ada banyak orang yang memilki kekayaan “daya fikir” kalah dengan orang yang memiki kekayaan “daya bayar”. Kekuatan uang sang peretak peradaban lebih dominan pengaruhnya dari pada kekuatan ilmu sang pembangun peradaban.

Tapi begitulah hidup, kita tidak bisa hanya mengeluh dan terus mengeluh. Tantangan kedepan yang kita hadapi semakin hari semakin membesar. Kita sesungguhnya tidak etis kalau hanya mengalahkan takdir, akan tetapi bahwa penekanan yang harus kita lakukan sesungguhnya adalah harus merubah alur kehidupan yang agar kehidupan kita nantinya memliki takdir yang tidak seperti sekarang ini yang lebih sering kita salahkan.

Terkait dengan gelar yang diberikan oleh orang tentang mahasiswa sebagai agen perubahan saya menilai itu harus harus perlu ditambahkan tidah hanya sebagai agen perubahan saja, akan tetapi lebih dari itu –seperti yang saya kutip dari ustad sekaligus guru saya- mahasiswa itu seyogyanya harus dikatakan sebagai Power of Change atau kekuatan perubahan.

Dalam diri mahasiswa itu sesungguhnya berkumpul banyak sekali potensi-potensi apakah itu potensi besar ataukah itu potensi kecil yang bisa menjadi cikal bakal akan datangnya periode yang mana kekuatan baru yang lebih segar menggantikan kekuatan lama yang telah membuat masyarkat jenuh dengan situasi tanpa perubahan dan penghidupan yang lebih baik.

saya disini tidak membahas akan jadi apa mahasiswa dalam perannya sebagai kekuatan perubahan, akan tetapi disini saya akan membahas seperti apa dan bagaimana mahasiswa itu membawa perubahan dengan kekuatan yang dimilikinya.


telah kita ketahui bersama bahwa mahasiswa itu dijuluki dengan intelektual kampus,dan itu memang benar adanya. yang mana mahasiswa itu dituntut untuk tidak hanya memperlihatkan tampilan dia sebagai seorang intelektual, akan tetapi mahasiswa itu bisa membrikan kontribusi yang nyata kepada masyarakat dalam bentuk yang lebih nyata pula sebagai seorang intelektual.

mungkin mahasiswa itu perlu merenung dengan kesadarannya, sudah berapa besar dan berapa banyak dia memberikan kontribusi kepada dunia yang ada disekelilingnya. kalaupun itu dianggap terlalu berat, dia bisa merenung sudah berapa besar kadar intelektual yang ada di dalam dirinya ketika dia dikatakan oleh masyarakat disekelilingnya sebagai intelektual yang punya kekuatan perubahan.

untuk mengukur seorang mahasiswa itu sudah berapa besar kadar keintelektualnya sebenarnya sederhana saja, kita hanya perlu melihat dalam kesehariannya ada berapa banyak buku yang bisa dia baca dan ada berapa banyak tulisan yang dapat dia hasilkan. itu sebuah alat ukur sederhana dari beberapa alat ukur yang bisa dijadikan patokan untuk mengatakan seorang mahasiswa itu memiliki kadar intelektual atau tidak.

alat ukur yang lain yang bisa mengutkan seorang bisa dikatakan intelektual adalah seberapa banyak dia melibatkan dirinya dalam sebuah organisasi, sebab dengan belajar berorganisasi itu sesungggunya merupakan tempat mahasiswa untuk mengasa daya sentuh intelektualnya ketika berhadapan dengan watak atau pola pikir yang berbeda dengan pola pikirnya sendiri.

inti dari pembahasan saya sebenarnya cukup sedernaha, mahasiswa itu sebenarnya harus lebih banyak belajar dan belajar untuk meningkatkan kapasitasnya intelektualnya lewat membaca, menulis serta berorganisasi. sebab kalau kita memakai ukuran tidak usah amerika yang sudah begitu maju, dengan negara-negara asia saja sudah terlampau jauh ketertinggalan kita dalam hal tingkat baca tulis mahasiswa.

jadi jangan heran dengan ketertinggalan kita, itu sudah menjadi hal yang wajar dengan apa yang terjadi di sekeliling kita. tetapi dengan kenyataan tersebut kita tidak perlu berkecil hati, masih ada orang-orang disekeliling kita walupun sangat terbatas jumlahnya mereka bisa memperlihatkan daya sentuh intelektualitas mereka dengan prestasi yang diukir di tingkat mancanegara.

akhirnya saya mengajak kepada kita sekalian apakah itu mahasiswa, calon mahasiswa, mantan mahasiswa, yang bermimpi jadi mahasiswa, tua, muda, mari bersama meningktkan budaya intelektual dengan membaca dan menulis. sebab kita tidak tau bahwa dengan apa yang kita lakukan mungkin tanpa sadar kita bisa dikatakan orang walaupun tidak intelektual setidaknya bisa disejajarkan dengan kaum intelek. teruatama para rekan mahasiswa, jangan sekali-kali kita mempermalukan diri dengan menjadi pecundang yang hanya ke kampus datang, duduk, diam dan apalah yang dilakukan tanpa mengandung bobot intelektual. tidakkah kita malu kalau dikatakan sebagai intelektual yang juga seorang pecundang? sekali lagi, saya harap tidak seperti itu adanya. Wallahu a'lam []

Rabu, 12 Agustus 2009

mimpi

dunia baru telah saya masuki, terutama dalam hal pendidikan. dunia yang penuh "kenikmatan" untuk menggapai cita-cita karena memang seorang atau banyak orang ingin dan mau untuk menapaki dunia tersebut. dunia yang menawarkan segenap ruang yang kata orang untuk mencapai masa depan yang lebih baik.

dunia ini awalnya memang terasa asing bagi saya, betapa ketika saya ingin mencoba masuk kedalamnya tetapi kondisi yang memang tidak menghendaki untuk saya masuk membuat saya merasa asing bahkan minder ketika saya menyentuh atau mengalami ketersinggungan sedikitpun dengan dunia tersebut.

dunia ini selalu menjadi angan-angan serta mimpi, mimpi yang bisa merubah "takdir". mimpi yang selalu menghantui selama 3 tahun belakangan, yang justru terwujudkan bukan karena kehendak diri akan tetapi terwujudkan lantaran ada sedikit bantuan "terima kasih" dari seorang yang mungkin terbantu karena saya bisa menyelesaikan amanah jamaah.

awalnya saya sempat berfikir, betulkah mimpi saya ini akan menjadi kenyataan? ternyata bahwa mimpi itu benar adanya, walaupun dia lahir dari rahim keterkejutan yang walaupun kecil tetapi menurut saya memilki efek ledak yang besar.

pertama kali saya sebelum memasukinya tentunya ada tahapan-tahapan yang harus dilewati. tahapan pertama yang saya lakukan justru sangat mudah walupun ada sedikit kerikil-kerikil tajam yang menghadang didepan tetapi itu menurut saya bukanlah saya yang perlu dipikirkan untuk dijadikan beban.

tahapan kedua yang saya lewati justru yang sudah memilki nilai atau bobot yang punya daya hancur yang cukup besar. tahapan ini boleh dikatakan merupakan tantangan yang cukup besar yang selalu dihadapai oleh orang yang kurang memiliki "daya tawar". hambatan yang selalu terputar-putar di alam pikiran saya.

mungkin saya hanya harus selalu dan selalu belajar serta mempersiapkan segala sesuatu untuk menghadapi cobaan yang walaupun itu dimata kita selalu diangap kecil akan tetapi itu sesunggunya satu cobaan besar sari sekian banyak cobaan besar yang akan menghadang kita untuk menggapai cita-cita dan impian.

akhirnya saya hanya bisa berdoa semoga Allah swt akan selalu memudahkan segala sesuatu yang saya lakukan, memberikan petunjuk apa yang terbaik buat saya, dan menghindarkan saya dari hal-hal yang bisa merusak diri serta orang lain entah yang ada disekitar saya ataupun disetiap tempat yang ada makhluk hidup didalamnya. Wallahualam bishawab[]