Selasa, 22 Maret 2016

FOTO, KENANGAN DAN KEBAHAGIAAN

Beberapa waktu yang lalu saya menyempatkan diri silaturahmi di rumah milik sebuah keluarga. Rumah tersebut bukanlah rumah mewah, tetapi hanya sebuah rumah sederhana. Rumah yang usianya sudah tua, berdiri sudah lebih dari tiga puluh tahun. Isi rumah tersebut pun banyak terdapat benda-benda klasik seperti guci dan foto-foto masa lalu. 
Saat silaturahmi ke rumah tersebut, saya sangat terkesan sekali. Sekalipun berada di rumah itu saya hanya beberapa saat saja dan dengan durasi yang sangat singkat. Saya terkesan dengan sambutan hangat yang diberikan oleh penghuni rumah tersebut. Bahwa rumah tersebut berisi sebuah keluarga bahagia, keluarga yang insya Allah senantiasa dilimpahkan keberkahan oleh Allah SWT. Bahagia rasanya jika bisa menjadi bagian dari keluarga tersebut. 
Selain dengan keramahan yang diberikan oleh keluarga penghuni rumah, saya juga terkesan dengan rumah tersebut yang berisi banyak foto. Di setiap sudut ruangan selalu saja ada foto yang tergantung rapi dan nampak terawat. Foto-foto tersebut merupakan foto-foto kenangan perjalanan hidup orang-orang yang menjadi penghuni rumah tersebut. 
Mulai foto bersama sekeluarga saat anak-anaknya masih kecil, foto anak-anaknya satu per satu saat masih kecil, foto anak-anaknya saat sudah sekolah, foto anak-anaknya saat sudah kuliah, sampai foto anaknya saat sudah menikah. Bahkan selain itu, mereka juga menyimpan foto orang tua mereka saat masih zaman awal-awal negara ini berdiri. 
Setiap saya memandangi foto tersebut, saya berfikir betapa mereka orang yang berada dalam keluarga ini begitu hebatnya menyimpan bagian sejarah perjalanan hidup mereka. Yang dikumpulkan dengan banyak foto sejak dulu kala sampai dengan saat ini. Betapa hebatnya mereka merawat setiap momen dan juga kenangan hidup yang mereka jalani. 
Betapa mereka merawat kebahagiaan itu dengan sederhana. Setiap momen yang mereka lewati, bisa diabadikan dengan kumpulan foto yang merupakan bagian dari sejarah. Saya pun melihat hal tersebut seperti mendapat hentakan keras, mengapa setiap momen bahagia yang saya alami dalam hidup tidak saya abadikan dalam bentuk foto.
Selama ini saya tidak terlalu memusingkan dengan hal seperti itu, mengabadikan setiap momen bahagia ke dalam sebuah foto. Saya berpikir itu tidak terlalu penting bagi hidup saya. Tapi ternyata walaupun hal tersebut tidak penting bagi diri saya, tapi ternyata hal tersebut merupakan hal penting bagi orang lain. Utamanya orang-orang yang berada di sekeliling saya, dalam hal ini keluarga saya sendiri. Saya merasa berdosa sembari menyesali apa yang pernah saya alami.
Berangkat dari hal tersebut, kini saya ingin merubah cara pandang tersebut. Jika selama ini tidak terlalu pusing dengan hal yang berkaitan dengan foto kenangan, maka saya akan bertekad untuk bisa memulainya. Minimal dengan niat untuk membahagiakan keluarga saya. Ada kebahagiaan tersendiri bagi keluarga, utamanya mama dan papa ketika melihat anaknya berhasil. Apalagi keberhasilan itu bisa diabadikan ke dalam sebuah foto yang bisa jadi bukti otentik.
Hal tersebut saya mulai dengan mencetak foto saat saya wisuda sarjana tahun 2014 yang lalu. Foto tersebut baru bisa saya cetak saat ini karena foto wisudanya baru bisa saya dapatkan saat ini setelah masa pencarian selama hampir 2 tahun lamanya.
Saat akan diwisuda dulu, saya dengan beberapa orang teman tidak sempat berfoto ke tukang foto profesional untuk mengabadikan kenangan diwisuda. Bukannya kami tidak ada niat dan keinginan untuk berfoto, tapi memang kami pada waktu itu tidak memiliki biaya untuk membayar tukang foto profeisonal. 
Untuk makan dan trasportasi dari penginapan ke kampus saja kami sampai harus berhemat mengeluarkan uang, apalagi jika harus membayar tukang foto. Akhirnya saya dan beberapa orang teman hanya bisa berfoto menggunakan kamera milik teman dari temanku.
Setelah momen wisuda, saya sempat mencari teman dari temanku untuk menyalin foto yang ada di kameranya. Tapi saya tidak pernah bertemu dengan orang tersebut, bahkan beberapa kali saya menghubungi teman untuk menanyakan keberadaan foto saat wisuda dulu tapi selalu mendapat jawaban yang tidak memuaskan.
Akhirnya tanpa diduga saya mendapat kabar dari seorang teman bahwa kumpulan foto saat wisuda dulu ada sama dia. Tanpa perlu berlama-lama saya pun berusaha untuk menyalinnya, hanya dari beberapa kali usaha untuk bertemu dengan teman tersebut justru tidak pernah bisa ketemu. Selang beberapa waktu akhirnya ada seorang teman lain yang mengantarkan foto tersebut, Alhamdulillah foto tersebut bisa saya salin.
Kini foto tersebut telah saya edit, saya cetak dan saya beri bingkai. Saya buat sebagus mungkin, supaya enak dipandang mata. Saya buat seperti ini semata bukan untuk diri saya sendiri, tapi saya buat dengan niat suci untuk membahagiakan kedua orang tua saya. Ketika foto tersebut telah jadi, saya langsung antar ke rumah dan saya pajang di ruang tamu. Melihat foto tersebut nampak raut wajah kedua orang tua saya sangat berbahagia, dengan mata berbinar saya pun mengucapkan syukur kepada Allah.
Alhamdulillah atas karunia Allah yang masih memberikan saya kesempatan untuk membahagiakan orang tua saya di usia mereka yang semakin senja. Ada kebahagiaan yang lahir dari sebuah hal sederhana, ada kebahagiaan yang lahir dari sebuah foto. Betapa bahagianya kedua orang tua saya saat melihat foto anaknya, satu-satunya orang yang menjadi sarjana di dalam rumah kami.
Mama dan papa, saya mohon ampun karena selama ini saya lalai sebagai seorang anak. Saya terlalu egois dengan diri saya sendiri. Saya terlalu memikirkan kebahagiaan dari sisi diri saya sendiri, tapi lupa memikirkan kebahagiaan dari sisi mama dan papa. Saya bersyukur Allah masih membuka hatiku untuk memperhatikan hal-hal kecil yang itu bisa menjadi salah satu sumber kebahagiaan yang Allah berikan.
Kepada keluarga yang telah saya kunjungi rumahnya dan telah menginspirasi, saya berharap semoga Allah menakdirkan saya untuk kembali lagi ke rumah tersebut. Bahkan bukan sekedar kembali datang, akan tetapi lebih dari itu Allah menakdirkan saya bisa menjadi bagian dari keluarga tersebut. Aamiin ya Rabb...

Luwuk, 23 Maret 2016 – 11.14